Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kewajiban Shipowner dan Charterer dalam Charterparty

Pemilik Kapal dan Penyewa Kapal dalam Shipping

(www.kapaldanlogistik.com) Kewajiban Shipowner dan Charter dalam Charterparty - Dalam perdagangan internasional, penjual (seller) atau pembeli (buyer) barang membutuhkan kapal untuk mengangkut barangnya dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Dalam mengangkut barang tersebut, diperlukan suatu kontrak yang dinegosiasikan sebelum barang diangkut yang bernama Charterparty. Selain Charterparty, dokumen yang dibutuhkan dalam pengangkutan barang tersebut adalah Bill of Lading atau Sea Waybill sebagai dokumen yang membuktikan bahwa barang telah dikirimkan. 

Perbedaan mendasar antara Charterparty dengan Bill of Lading adalah Charter Party tidak dapat dialihkan sedangkan bill of lading dapat dialihkan sebagai bukti pengiriman barang. Charterparty adalah kontrak yang mengatur antara pemilik kapal dengan charterer kapal untuk mengangkut barang dari lokasi ke lokasi lainnya.  Sedangkan Bill of Lading adalah kontrak antara penjual dan pembeli barang (adanya pengalihan hak barang antara penjual ke pembeli). Sehingga 3 pihak ini yang saling berkaitan mengenai pengangkutan barang.

Lihat >>> Penjelasan Jenis Charter Kapal

>>>> Pengertian, Fungsi dan Jenis Bill of Lading (BOL) <<<<

Charter Party dalam Shipping

Ketentuan Charterparty

Terdapat beberapa form charterparty yang digunakan yaitu seperti Baltime & Gencon form untuk pengangkutan general/ non-spesific trading, sedangkan Asbatankvoy, CoalOrevoy, Sugarcharter, BPTime 3 dan ShellLNG Time form untuk pengangkutan specific cargo (Minyak, dsb). Walaupun sudah terdapat form-form yang sering digunakan tersebut, para pihak yang terlibat juga sering memasukan dan menambahkan klausul-klausul khusus yang dapat mewakili kepentingan shipowner dengan charterer. Karena form Charterparty yang ada, biasanya hanya berisi mengenai kerangka kerja umum dengan klausul kontrak standar. Jika terdapat hal-hal yang yang bertentangan antara klausul kontrak standar dengan klausul khusus yang dibuat, maka klausul khusus biasanya akan berlaku dibanding klausul umum sesuai dengan kontrak standar charterparty. 

Download CP NYPE 2015


Download CP BPTime3

>>>> Contoh Charter Party BP3 <<<<

Download CP Asbatankvoy


Dalam charterparty terdapat tugas dan kewajiban yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak yaitu:

a. Shipowner:

  1. Menyediakan kapal yang layak laut (seaworthy) sesuai dengan deskripsi charterparty
  2. Memuat (loading), Menangani (handling), Menyimpan (stow), Membawa (carry), Menjaga (keep), Merawat (care for), Mengeluarkan (discharge) muatan ke tempat yang telah ditentukan.
  3. Melakukan pengangkutan barang dengan voyage yang sesuai
  4. Mematuhi instruksi dari charterer

b. Charterer:

  1. Membayar tagihan kepada pemilik kapal (shipowner)
  2. Memberikan instruksi kepada kapal (voyage order)
  3. Memastikan bahwa barang berbahaya tidak dimuat
  4. Memastikan bahwa kapal diarahkan ke pelabuhanyang aman (safe port) dalam pengangkutan barang
  5. Melakukan tugasnya tanpa delay dalam hal loading dan discharging muatan

KEWAJIBAN SHIPOWNER DALAM CHARTERPARTY

1. Shipowner harus menyediakan kapal yang layak laut (Seaworthy Ship)

Charterparty akan mendeskripsikan kapal secara detail dan menjelaskan bahwa kapal harus layak berlayar walaupun hal tersebut merupakan hal yang tersirat dalam charterparty. Yang dimaksud dari Kapal Layak Laut adalah semua elemen untuk berlayar mulai dari Kapal, Peralatan, dan Crew Kapal harus dalam kondisi baik dalam melakukan pelayaran dan pembawaan muatan ke tempat tujuan.

Contoh paling jelas dari ketidaklayakan adalah ketika kapal memiliki beberapa cacat fisik atau peralatan yang tidak memadai atau tidak mencukupi. Ketidaklayakan kapal dapat meliputi:

  • Tidak adanya record yang diperbarui untuk pelayaran;
  • Crew kapal yang tidak kompeten;
  • Jumlahnya tidak memadai;
  • Bunker tidak cukup untuk melakukan pelayaran;
  • Tidak adanya dokumen hukum atau sertifikat kapal untuk siap melakukan pelayaran (misalnya SMC dan ISPS Certificate)
  • Tidak sesuainya kondisi tangki untuk melakukan pemuatan

Terdapat 2 klausa yang bisa dimasukan ke dalam charterparty. Pertama, shipowner harus menyediakan kapal yang layak laut pada tanggal charterparty/ pada tanggal delivery/ pada tanggal dimulainya loading, jika kemudian kapal menjadi tidak layak laut akibat kejadian pada saat pelayaran ini maka hal ini tidak akan dibebankan kepada shipowner. Kedua jika pada charterparty, shipowner harus memaintenance kapal dalam kondisi layak laut, maka shipowner berkewajiban untuk mengambil tindakan perbaikan/ perawatan serta menjaga kondisi klas secara penuh.

2. Shipowner bertugas untuk Memuat (loading), Menangani (handling), Menyimpan (stow), Membawa (carry), Menjaga (keep), Merawat (care for), Mengeluarkan (discharge) muatan ke tempat yang telah ditentukan.

Dalam hal ini, Shipowner harus melakukan kegiatan mulai dari loading hingga discharge muatan atau kargo yang telah ditentukan oleh charterer dengan spesifikasi yang ada dalam charterparty (jumlah, volume, jenis) ke tujuan pelabuhannya. Shipowner harus bekerjasama dengan pihak terminal pelabuhan dan memastikan bahwa muatan yang diangkut sesuai dan dinyatakan dalam pernyataan pemuatan cargo oleh kapal.

3. Shipowner harus melakukan pengangkutan barang/cargo dengan voyage yang sesuai

a. Time Charterparties

Dalam kasus Time Charterparties, Shipowner umumnya memiliki kewajiban selama periode pencarteran untuk melakukan layanan komersial yang disyaratkan oleh Charterer dan melakukan pelayaran semaksimal mungkin. Oleh karena itu, jika pemilik kapal atau nakhoda gagal tanpa alasan yang kuat dan memadai untuk mematuhi instruksi pekerjaan yang sah yang diberikan oleh charterer, maka charterer mungkin memiliki opsi sebagai berikut:

  • Charterer dapat menghentikan penyewaan kapal (off hire); dan / atau
  • Charterer dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang mereka alami sebagai akibat dari ketidaksesuaian dalam charterparties

Dalam kebanyakan kasus, jika penyewa waktu tidak puas dengan kinerja kapal, maka klaim dapat diajukan atas sejumlah alasan termasuk tidak disewa, kegagalan untuk melanjutkan pengiriman dan pelanggaran pada Charterparty. 

Perhitungan kerugian yang berhak diklaim oleh charterer sebagai akibat dari pelanggaran kewajiban kinerja kapal oleh pemilik sangat rumit. Sebagai contoh jika kecepatan kapal dan kondisi konsumsi bunker tidak sesuai deskripsi Charterparty maka dasar klaim yang dapat dilakukan adalah membuat pengurangan perhitungan sewa (on-hire) terhadap kinerja yang ditemuinya (real) dan biaya tambahan lainnya. Beberapa charterparties menyatakan bahwa perbandingan dapat dilakukan pada akhir setiap pelayaran / atau pada akhir charterparties /atau pada akhir periode tertentu (misalnya setiap enam bulan).

b. Voyage Charterparties

Dalam Voyage Charterparties, shipowner biasanya memiliki kewajiban untuk:

  • Sampai ke pelabuhan loading; dan
  • Melakukan pelayaran ke pelabuhan discharge.

Dalam shipping, Charterer menghadapi deadline untuk memuat kargo berdasarkan ketentuan kontrak penjualan dia dengan pembeli. Oleh karena itu, biasanya charterer menyertakan klausul pembatalan yang menyatakan bahwa jika kapal belum siap untuk memuat di lokasi yang disepakati pada waktu dan tanggal yang disepakati, maka penyewa memiliki opsi untuk membatalkan charterparty. Klausul semacam itu ditafsirkan dengan tegas.

KEWAJIBAN CHARTERER (PENYEWA) DALAM CHARTERPARTY

1. Membayar tagihan kepada pemilik kapal (shipowner)

Arus kas (Cashflow) sangat penting untuk shipowner dalam mempertahankan layanan yang baik di bawah charterparty. Oleh karena itu, undang-undang di sebagian besar negara melindungi hak pemilik kapal untuk menerima tagihan secara penuh tanpa pengurangan kecuali ada ketentuan lain di charterparty. Prinsip-prinsip tersebut berlaku baik untuk time charter atau voyage charter.

a. Time Charter

Dalam time charter, charterer wajib untuk membayar tagihan kepada shipowner baik secara bertahap maupun secara full. Dalam beberapa kasus, tagihan hire charter akan dipotong akibat adanya hal-hal berikut ini yaitu:

  • Uang Cash ke Master Kapal

Jika Charterer memberikan uang cash di muka kepada master kapal atas nama shipowner, sehingga pembayaran yang dilakukan oleh charterer akan dikurangkan dari tagihan sewa (hire) yang dibayarkan. Pemotongan yang dilakukan harus dibuktikan dengan faktur atau bukti pembayaran yang telah disepakati.

  • Adanya Off hire

Jika ada pembayaran dimuka yang dilakukan oleh charterer kepada shipowner dan terjadi off hire, maka aka ada pemotongan terhadap tagihan sewa/ hire. Charterer harus melakukan pembuktian terhadap terjadinya off hire ini untuk meminta pemotongan kepada shipowner dan shipowner harus menerima/mengcounter terhadap alasan yang dikeluarkan oleh charterer. Pemotongan terhadap tagihan sewa yang dilakukan dapat dilakukan pada pada bulan berikutnya untuk pembayaran dimuka.

Ketentuan off hire dapat diklaim akibat kondisi sebagai berikut:

  1. Adanya waktu yang hilang akibat adanya kegagalan yang tidak bisa dipenuhi 
  2. Kapal tidak bisa menyediakan layanan yang dimintakan oleh Charterer
  3. Kegagalan yang disebabkan oleh kejadian yang secara jelas masuk dalam klausa off-hire dalam kontrak
  4. Kegagalan pelayanan tidak bisa di klaim akibat kesalahan tindakan/ kelalaian charterer itu sendiri

  • Jika Charterer gagal bayar atau hanya sebagian melakukan pembayaran

Jika charterer gagal bayar atau hanya sebagian melakukan pembayaran hire sesuai dengan charterparty, hal yang dapat dilakukan oleh Shipowner antara lain adalah:

  1. Menarik Kapal dan Menghentikan Charterparty
  2. Menghentikan pelayanan sewa kapal dengan mengirimkan notifikasi kepada charterer
  3. Melakukan hak gadai terhadap kargo muatan

b. Voyage Charter

Charterer wajib untuk membayar freight (ongkos angkut) kepada Shipowner dalam mengangkut muatan dari pelabuhan muat ke pelabuhan bongkar. Freight (Ongkos Angkut) bergantung kepada jenis muatan, volume/ berat muatan, atau rate scale. Contoh umum freight:

  • Pengangkutan berdasarkan kuantitas yang dikirim seperti ’$10 per ton, net weight delivered.’
  • Pengangkutan berdasarkan kuantitas yang diterima ’$10 per ton computed on received quantity.’
  • Lump sum freight ’freight to be $15000 lump sum.’
  • Skala dalam ‘Worldscale’ or ‘Intascale’.

Jika ongkos pengangkutan (freight) dihitung sesuai dengan jumlah atau berat muatan yang akan dikirim tetapi charterer tidak dapat menyediakan jumlah total muatan yang disepakati, sehingga shipowner akan mendapatkan kerugian pada jumlah pengangkutan yang sedikit. Oleh karena itu, Shipowner berhak untuk mengklaim kerugian tersebut (disebut 'deadfreight').

Shipowner juga berhak mendapatkan biaya ganti rugi (demmurage) ketika waktu tambahan dalam kegiatan memuat dan membongkar muatan kargo akibat kelalaian dari charterer. (waktu laytime)

2. Memberikan Instruksi kepada kapal (voyage order)

Dalam Time Charter, Charterer dapat memiliki hak dalam penggunaan kapal lebih luas jika dibandingkand dengan Voyage Charter. Pada Voyage Charter, Charterer dapat menggunakan kapal dengan pembatasan ruang lingkup sesuai dengan kontrak charter party. Dalam Time Charter, Charterer berhak untuk memberikan instruksi kepada kapal behalf of owner, dan kapal wajib mematuhi instruksi kerja.

Namun terdapat hal-hal bagi Shipowner untuk menolak perintah dari charterer dalam hal:

  1. Instruksi yang membuat kapal dan awaknya terancam berbahaya
  2. Instruksi untuk melakukan tindakan yang illegal
  3. Instruksi untuk melakukan penipuan.

Ketika berada dalam hal tersebut, shipowner secara tegas harus menolak untuk mematuhi instruksi dari charterer dan Charterer tidak dapat mengklaim atas kerugian yang terjadi akibat shipowner tidak melakukan hal tersebut. Jika terdapat hal-hal yang diluar kesepakatan dalam charterparty maka shipowner dapat melakukan tindakan sebagai berikut:

  1. Menyetujui instruksi charterer dengan meminta Letter of Indemnify yang sesuai dengan hukum kepada charterer
  2. Menolak Instruksi yang ada
  3. Menyetujui untuk melakukannya dengan menambahkan ketentuan-ketentuan tambahan yang tidak termasuk ke dalam charterparty. Dalam hal ini shipowner dapat meminta biaya tambahan dalam/ biaya ganti rugi atas kejadian yang timbul atas instruksi yang diminta.

3. Memastikan bahwa barang berbahaya tidak dimuat

Charterer harus memuat cargo yang tidak berbahaya dan aman untuk awak kapal dan kapal itu sendiri. Cargo muatan yang dibawa harus aman sesuai dengan peraturan IMO mengenai barang muatan berbahaya.

4. Memastikan bahwa kapal diarahkan ke pelabuhan yang aman (safe port) dalam pengangkutan barang

Dalam hal mengangkut barang, charterer harus menunjuk pelabuhan yang sesuai dan aman untuk kapal bisa loading dan discharging. Pelabuhan harus sesuai dan memastikan setiap restriksinya agar kapal dapat berlayar kesana.

5. Melakukan tugasnya tanpa delay dalam hal loading dan discharging muatan

a. Voyage Charter

Charter Party biasanya menetapkan bahwa setelah waktu laytime telah berakhir, Charterer berkewajiban untuk membayar ganti rugi yang dilikuidasi (yaitu yang disepakati) atas keterlambatan tersebut. Pembayaran semacam itu biasanya dihitung setiap hari (disebut 'demurrage'). Waktu yang dihabiskan sebelum waktu laytime digunakan biasanya disebut sebagai the running of the laytime clock. Namun, setelah waktu tunggu yang disepakati telah habis, kapal akan segera melanjutkan ke dalam demurrage dan setelah itu biasanya dibuat referensi keterangan untuk menjalankan jam demurrage.

Pada umumnya, waktu tidak akan berjalan sebelum semua kondisi berikut terpenuhi:

  1. Kapal harus sampai pada pelabuhan yang disepakati
  2. Kapal harus siap dalam segala hal teknis untuk loading/ discharging
  3. Valid Notice of Readiness (NOR) harus dikeluarkan kepada pihak terkait dalam charterparty

Ketika waktu mulai berjalan, maka itu akan berjalan terus dan akan ditangguhkan apabila:

  1. Terjadi ketidakmampuan/ kelalaian dari pihak Shipowner
  2. Terjadi Insiden yang tidak memungkinkan yang terdapat pada klausa charterparty

Demurrage dimaksudkan sebagai kompensasi yang disepakati atas pelanggaran oleh penyewa tugas mereka untuk menyelesaikan operasi kargo dalam waktu laytime. Umumnya, waktu akan berhenti saat kapal meninggalkan pelabuhan namun akan berhenti pada saat loading/ discharging telah selesai dilaksanakan (atau pada saat selang connection diputus pada kapal tanker)

b. Time Charter

Durasi periode sewa penting bagi pemilik dan penyewa karena alasan berikut:

  • Shipowner: Pertama, mereka ingin tahu berapa pendapatan keseluruhan mereka untuk periode chartering (sewa) dan kedua mereka perlu tahu kapan kapal akan di redelivery kepada mereka untuk merencanakan chartering kedepannya;
  • Charterer: karena mereka tidak dapat menggunakan kapal setelah jangka waktu charterparty telah selesai yaitu pada saat redelivery ke Shipowner.

Oleh karena itu, setiap peristiwa yang kemudian mempengaruhi durasi periode tersebut dapat berdampak penting bagi kedua belah pihak. Jika kapal di redelivery sebelum tanggal redelivery yang disepakati (yaitu underlap) dan charterer menolak untuk membayar sewa untuk periode underlap, shipowner akan kehilangan pendapatan yang seharusnya untuk periode underlap. Demikian pula, jika charterer telah menandatangani fix-charter dengan pihak lain untuk melakukan shipment yang akan mengakibatkan redelivery kapal melewati tanggal redelivery yang disepakati (Overlap). Dalam hal ini jika Shipowner mengizinkan kapal untuk digunakan untuk tujuan seperti itu, mungkin charterer tidak dapat redelivery kapal sebelum tanggal yang telah ditentukan.

1. Underlap

Karena charterer telah berjanji untuk membayar charter hire (sewa) untuk durasi sewa yang disepakati, kegagalan mereka akibat dari redelivery ke pemilik kapal adalah pelanggaran kontrak. Dalam keadaan seperti itu, Shipowner biasanya berhak atas ganti rugi yang setara dengan sewa yang seharusnya mereka terima untuk periode underlap dengan yaitu tarif sewa bersama dengan jumlah yang harus dibayar oleh penyewa berdasarkan sewa (misalnya bunker, dll.) dikurangi penghematan yang dilakukan sebagai akibat dari pengiriman ulang lebih awal.

2. Overlap

Jika kapal tidak di redelivery ke lokasi yang disepakati pada akhir periode sewa, charterer tersebut telah melanggar kontrak dan berkewajiban untuk memberi ganti rugi kepada shipowner atas overlap waktu yang telah disepakati. Pada overlap yang terjadi ini, shipowner akan mengatasinya dengan menjadikan perbedaan antara tarif sewa charterparty (sebelum) dengan tarif pasar sewa untuk kapal (jika lebih tinggi) selama periode Overlap berlangsung akibat tertundanya redelivery oleh Charterer.

Opsi lain ketika terjadi overlap dalam chartering, Shipowner berhak menolak untuk mematuhi instruksi dari charterer. Dalam keadaan tersebut, charterer akan mengalami kesulitan karena mereka mungkin berkomitmen pada pihak lain dalam fix-charter untuk menyelesaikan shipmentnya yang direncanakan. Namun biasanya dalam industri kapal tanker, sudah menjadi hal yang umum untuk time charterparty untuk memperkenalkan klausul (last voyage clause) yang dirancang untuk memberi charterer tambahan waktu yang mungkin diperlukan untuk memastikan bahwa charterer dapat menyelesaikan setiap fix-charternya. 

Post a Comment for "Kewajiban Shipowner dan Charterer dalam Charterparty"

Random Posts